Daftar Isi ▾
Mimpi Garuda Kandas:
Indonesia Gagal ke Piala Dunia 2026 Usai Kalah dari Irak
Pahit tapi nyata. Harapan besar Timnas Garuda Indonesia untuk menembus Piala Dunia 2026 resmi kandas setelah kalah tipis 0-1 dari Irak dalam laga hidup-mati Grup B putaran keempat Kualifikasi Zona Asia, Minggu (12/10/2025) dini hari WIB. Gol tunggal dari Zidane Iqbal menjadi pematah mimpi Garuda, meski permainan Indonesia sebenarnya tidak buruk.
Pertandingan Hidup-Mati di Jeddah
Bertempat di King Abdullah Sports City, Jeddah, Indonesia datang dengan beban besar. Kekalahan 2-3 dari Arab Saudi di laga sebelumnya membuat peluang skuad asuhan Patrick Kluivert menipis. Artinya, laga kontra Irak benar-benar jadi pertaruhan terakhir.
Secara historis, Irak selalu jadi batu sandungan bagi Indonesia. Dalam tiga pertemuan terakhir sejak 2023, Garuda selalu kalah. Dan sayangnya, kutukan itu berlanjut lagi tahun ini.
Formasi Kluivert: Percobaan Terakhir
Kluivert melakukan rotasi besar. Ia menurunkan Eliano Reijnders di lini tengah, mengembalikan Calvin Verdonk ke posisi bek kiri, serta memberi kepercayaan penuh kepada striker muda Mauro Zijlstra di lini depan. Sementara Dean James dan Kevin Diks mengawal sisi sayap, dengan Jay Idzes dan Rizky Ridho di jantung pertahanan.
Di atas kertas, formasi ini terlihat menjanjikan: kombinasi pemain Eropa-based dan lokal dengan pengalaman internasional. Tapi sayangnya, dominasi permainan tak sejalan dengan efektivitas di depan gawang.
Babak Pertama: Banyak Peluang, Nihil Gol
Indonesia tampil cukup agresif di babak pertama. Dalam 30 menit awal, Garuda bahkan lebih banyak menguasai bola. Peluang pertama hadir di menit ke-14 lewat tusukan Thom Haye yang disambut sepakan Zijlstra, tapi bola masih melebar tipis. Satu menit kemudian, sundulan Zijlstra juga digagalkan kiper Irak Jalal Hasan.
Menit ke-25, peluang emas datang dari kombinasi Ricky Kambuaya dan Zijlstra. Sayang, bola crossing gagal disambar dengan sempurna. Lalu di menit ke-32, Eliano Reijnders nyaris membawa Indonesia unggul setelah tendangannya membentur tiang gawang. Semua terasa menjanjikan, tapi bola seperti enggan masuk malam itu.
Sebelum turun minum, tendangan bebas Dean James melengkung indah namun masih diselamatkan kiper. Babak pertama berakhir tanpa gol, tapi dua kartu kuning sudah didapat Verdonk dan Kambuaya — tanda tensi mulai panas.
Babak Kedua: Satu Kesalahan, Satu Gol
Kluivert mencoba menjaga intensitas dengan mengganti Kambuaya (yang sudah mengantongi kartu kuning) dengan Ragnar Oeratmangun. Di menit ke-56, Ole Romeny masuk menggantikan Zijlstra untuk menambah daya gedor. Tapi sayangnya, Irak justru menemukan ritmenya di babak kedua.
Skuad Graham Arnold bermain lebih cepat dan berani menusuk ke area tengah Indonesia. Dan akhirnya, petaka datang di menit ke-75. Zidane Iqbal, gelandang muda FC Utrecht, melepaskan tembakan keras dari luar kotak penalti yang tak bisa dijangkau Marten Paes. Gol itu memecah kebuntuan, sekaligus memotek hati jutaan supporter Timnas Indonesia.
Meski Irak bermain dengan 10 pemain setelah Zaid Tahzeen mendapat kartu merah di injury time karena menyikut Diks, mereka tetap berhasil mempertahankan skor. Indonesia kehabisan ide, sementara waktu terus habis. Peluit panjang berbunyi, skor tetap 0-1.
Kontroversi dan Emosi di Akhir Laga
Pertandingan sempat memanas ketika beberapa keputusan wasit asal Tiongkok, Ma Ning, dianggap merugikan skuad Indonesia, termasuk momen potensi pelanggaran di kotak penalti Irak pada menit-menit akhir. Emosi suporter pun meluap; beberapa botol air dilempar ke lapangan hingga laga sempat dihentikan sebentar.
Setelah laga, Jay Idzes selaku kapten menegaskan bahwa tim sudah berjuang maksimal. “Kami bermain dengan emosi, kecewa pada hasil, tapi tetap menghormati keputusan wasit,” ujarnya usai laga.
Lima Alasan Utama Kekalahan Indonesia
Melihat jalannya pertandingan, ada beberapa faktor utama yang bikin Garuda gagal memetik poin penting:
- Finishing yang Lemah. Indonesia mencatat lima peluang on target di babak pertama, tapi tak satu pun berbuah gol.
- Rotasi Pemain yang Terlalu Eksperimen. Formasi baru Kluivert tampak belum klik, terutama dalam koneksi lini depan.
- Kedisiplinan Bertahan. Beberapa kali pemain bertahan terlalu cepat maju, membuka ruang bagi serangan Irak.
- Adaptasi Strategi Lambat. Setelah Irak ubah pola di babak kedua, respons Indonesia cenderung terlambat.
- Faktor Mental dan Tekanan. Bermain di laga penentuan dengan rekor buruk membuat tekanan mental jadi faktor tersendiri.
Harapan Baru Setelah Kekalahan
Meski gagal ke Piala Dunia, ini bukan akhir segalanya. Timnas Indonesia masih punya ajang lain: Piala Asia 2027, Piala AFF 2026, hingga SEA Games 2027. Beberapa pemain muda seperti Zijlstra, Romeny, dan Reijnders memperlihatkan potensi besar untuk jangka panjang.
Pelatih Kluivert sendiri menegaskan proyek jangka panjangnya belum selesai. “Kami sedang membangun pondasi kuat. Kadang kalah itu perlu, supaya tahu bagaimana cara menang,” ujarnya dalam konferensi pers.
Terlepas dari kekecewaan, Garuda telah menunjukkan karakter baru, mereka lebih berani, lebih percaya diri, dan lebih dewasa di lapangan internasional. Kini tinggal bagaimana PSSI dan jajaran pelatih menjaga momentum ini untuk masa depan.
Bangkit Lagi, Garuda!
Setiap kekalahan menyisakan luka, tapi juga pelajaran. Indonesia mungkin belum sampai di Piala Dunia 2026, tapi fondasinya sudah terbentuk. Mimpi itu hanya tertunda, bukan hilang.
Kalau kamu mau ikutin update terbaru seputar perjalanan Garuda, statistik pemain, hingga jadwal pertandingan berikutnya, mampir aja ke Situs PlayKami, platform sepak bola yang selalu update, fun, dan no clickbait.
Kekalahan ini pahit, tapi justru di situ manisnya perjalanan sepak bola. Kadang kita jatuh dulu, supaya tahu rasanya bangkit lebih tinggi.